Pola suhu dan kelembaban di Indonesia dalam 24 jam sangat menciri sekali. Dimana pada saat tengah malam menuju ke dini hari, rendahnya suhu lingkungan biasanya akan diikuti oleh tingginya kelembaban.
Salah satu keunikan yang terjadi di Indonesia adalah dijumpainya kemarau basah yang berkepanjangan. Tingginya cekaman panas pada musim kemarau akhir-akhir ini menyebabkan terjadinya penguapan yang berlebihan dan berdampak pada terkumpulnya awan yang mengandung uap air yang pada titik kondensasi tertentu akan berubah menjadi hujan. Sehingga tidak jarang dijumpai kondisi pada saat cuaca panas, namun hujan turun yang menyebabkan kelembaban lingkungan semakin tinggi. Hal inilah yang menyebabkan pola kelembaban tidak hanya dipengaruhi rendahnya suhu pada malam hari, namun juga suhu yang relatif tinggi yang berakibat penguapan berlebih pada saat siang hari.
Konsekuensi logis dari kondisi geografis tersebut membuat peternak harus lebih rinci dan detail dalam menjalankan aktivitas budidaya perunggasannya agar bisa meminimalkan efek atau resiko buruk dari kelembaban tinggi yang berdampak pada performa produksi ayam. Bahkan kelembaban relatif lingkungan bisa mencapai 100%. Tidak hanya sekedar dalam memainkan setting kipas dan tirai, upaya menjaga kualitas litter, mencegah adanya kepadatan semu, juga harus fokus terhadap ancaman penurunan kualitas pakan oleh adanya jamur dan mikotoksin. Mengingat efek yang dihasilkan sangat berbahaya dan merugikan.
Secara lebih detail, mikotoksin bisa diartikan sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies jamur tertentu pada bahan pangan maupun ransum (Fox dan Cameron, 1989). Pada saat bahan baku pakan atau pakan telah terkontaminasi/ditumbuhi jamur, maka sudah bisa dipastikan bahwa toksin jamur (mikotoksin) sudah terbentuk. Apalagi Indonesia yang berada di iklim tropis basah menjadikan jamur mudah tumbuh mencemari bahan baku pakan.
Klasifikasi mycotoksin binder berdasarkan jenis struktur kimia yaitu banyak lapisan silikat (Phyllosilicates), seperti bentonite, kaolinite, sepiolite, atau vermiculite, kerangka lapisan (Tectosillicates), seperti clinoptilolite (zeolite), dan amorf silikat seperti kieselguhr (diatomaceous earth). Sekilas banyak yang berasumsi bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara bentuk struktur kimia mycotoxin binder. Namun trial secara laboratorium (in vitro) jelas menunjukkan hal yang signifikan dan perbedaan dalam mengikat mycotoxin.
Salah satu trial pengokatan toxin di pakan untuk jenis mycotoxin Aflatoxin B1, B2, G1 dan G2, dengan penggunaan zeolite dan bentonite berhasil mengikat atau mengabsorpsi secara total (Grafik 1).
Memperkenalkan “Toxibreak”, Toxin binder berbasis Silicat oksida (SiO2) dan Aluminium oksida (Al2O3) dan Asam propionate mampu menyerap dan meminimalisir konsentrasi beberapa jenis Aflatoxin secara in vitro di pakan secara signifikan. Di bawah ini akan kami jelaskan secara terpisah fungsi spesifik zeolite, bentonite dan asam propionate.
Grafik1. Potensi kombinasi Zeolite dan Bentonite dalam menyerap aflatoxin (B1,B2,G1,G2) dari beberapa bahan pakan
Dari grafik di atas menunjukan bahwa Toxibreak mampu menyerap seluruh jenis aflatoxin secara signifikan
Penggunaan Zeolite dan Bentonite Dalam Ransum Ternak
Dengan mengetahui salah satu sifat Zeolite yang mampu sebagai Imbuhan Pakan Ternak. Maka penggunaan Zeolite dalam ransum ternak juga mempunyai manfaat tersendiri. Antara lain:
Gambar 1. Foto kandang dengan status kondisi feses yang berbeda (basah dan kering)
Gambar 2. Status ammonia sebelum pemakaian dan 1 bulan setelah pemakaian menunjukan penuruan level ammonia sebesar 10ppm
Tabel 1. Standard kualitas udara (Lohman Brown Clasic Management Guidance)
Bentonite merupakan adsorben aluminum silikat (Al2O3) yang mampu menempel pada aflatoksin di saluran gastrointestinal agar racun tidak terserap. Kalsium bentonit merupakan absorben aflatoksin yang paling baik jika dibandingkan dengan sodium bentonit karena ion-ion kalsium dapat melakukan pemisahan pada lapisan clay daripada ion-ion sodium (Dixon et al, 2014).
Bentonite dan karbon aktif mampu meningkatkan imunitas dan mampu menurunkan kadar aflatoksin dalam pakan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi aflatoksin binders.
Kontaminasi aflatoksin pada ayam dapat menyebabkan kerusakan organ limfoid primer (bursa fabrisius dan timus). Akibatnya titer antibodi hasil vaksinasi yang dihasilkan organ limfoid tidak mencapai level protektif yang diharapkan. Dengan demikian, mencegah ayam terkena aflatoksikosis dengan menggunakan aflatoksin binders dapat pula dikatakan mencegah kegagalan vaksinasi akibat titer antibodi yang dihasilkan rendah (Fowler et al., 2015).
ingkat kata, Bentonite mampu meningkatkan imunitas dan menurunkan kadar aflatoksin dalam pakan
Seperti yang kita ketahui bahwa di Indonesia batas maksimal kadar aflatoxin berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3929-2006) pada ransum pakan ayam petelur/layer batas maksimal adalah 50 ppb untuk layer starter dan layer grower , dan 60 ppb pada masa layer. Pada pakan puyuh batas maksimalnya 40 ppb, dan 20 ppb pada itik. Sedangkan pada ransum konsentrate sapi perah dan sapi potong maksimal 200 ppb (ppb : mcg/kg)
Sebagai penutup tulisan ini dapat disimpulkan bahawa penggunaan “Toxibreak” yang berbasis Silicat oksida dan Aluminium oksida ini dapat meningkatkan produktivitas ternak serta menurunkan pencemaran yang ditimbulkan hasil kegiatan peternakan, seperti halnya ammonia, bau kotoran, wet dropping dan lain lain. Selain itu hingga saat ini belum ditemukan akibat negatif penggunan zeolite.
Perlu diketahui... faktor pakan adalah 90% berperan dan berpengaruh terhadap kesehatan dan performance ayam, sekaligus biaya operasional tertinggi dalam produksi. Dan 50% ingredient pakan adalah jagung, sumber dari seluruh jenis toxin
© 2025 stargateintuition.com